Rabu, 09 November 2011

Minggu, 14 Agustus 2011

TANPA JUDUL

malam-malam melaju dijantung kota dengan perasaan kecewa
merasakan angin yang menembus hingga ke tulang sumsum
adrenalinku naik sampai keubun-ubun
seperti setan yang lari tunggang langgang dikejar panah api sang wali
merasakan maut tinggal sesenti lagi
cuma pengen ngebut doang titik
yang harus terjadi terjadilah

tak ada lagi yang tersisa
air matapun sudah gak penting lagi
sepatah katapun tak sanggup tuk keluar karena tercekat ditenggorokan
kenapa harus berharap lagi
kenapa harus tidak berharap lagi
mana yang benar, peduli setan

seperti diikat diatas balok kayu lalu dibuang ketengah lautan
terombang ambing dilamun badai
cuma antara aku dan Engkau
berbuatlah sesukaMU
karena aku tak berdaya
sakit sudah menjadi temanku sejak lama

sudahlah, aku pasrah
terserah Engkau saja
aku memang nista
penuh noda
tak pantas hamba sahaya kurang ajar pada tuannya

kenyataan memang pahit
apalagi didepan mata, jelas banget
dunia ini memang penuh dengan misteri
kuatkan aku... kuatkan aku melaluinya
yang penting sampaikan aku padanya

Selasa, 26 Juli 2011

Yang mengenal dirinya yang mengenal Tuhannya

Bagi kalangan pembelajar dan 'pencari' kata-kata ini tak asing lagi didengar, karena ini adalah kata-kata seorang penyair sufistik besar yang namanya telah tersohor dimana-mana, tetapi apa sebenarnya maknanya.

Ada sebuah cerita yang mungkin bisa sedikit menjadi bahan renungan kita tentang kata-kata diatas. Disebuah kampus disuatu jurusan seringkali terjadi kejadian tidak enak. Mahasiswanya sering sekali kehilangan atau kecurian. Entah itu handphone atau pun uang , tetapi yang lebih sering terjadi adalah kehilangan handphone. Sekali, dua kali, tiga kali wah sering sekalilah. Satu minggu bisa dua kali terjadi. Tatapi semuanya seakan berlalu begitu saja. Yang kehilangan sepertinya tidak banyak ambil pusing dan memikirkan bagaimana cara mengatasi kejadian itu. Buktinya tak ada tindakan apapun untuk mengatasi hal itu.

Sekali waktu ada mahasiswa A kehilangan handphone. Handphone satu-satunya pemberian kakaknya. Handphone tipe low end yang sebenarnya harganya tak seberapa kalau dijual, tetapi mahasiswa A sangat membutuhkannya. Karena merasa sangat kehilangan, mahasiswa A berusaha setengah mati mencari handphonenya. Ia sms, ia telpon nomornya. Tak pernah sekalipun ada jawaban dari seberang. Suatu malam lewat jam 10 an keatas setelah sekitar beberapa hari kejadian itu berlalu, entah mendapat wangsit darimana ia menelpon nomor itu. Ternyata diangkat. Ada jawaban dari seberang. Dan ia mengenali siapa orang diseberang. Ia berlama-lama mengajaknya bicara. Semakin yakinlah orang diseberang itu adalah teman satu jurusannya. Sebut saja mahasiswa B. Walaupun sebenarnya orang diseberang itu memakai nama lain. Dan mengelak ketika ia langsung menanyakan namanya. Ia begitu yakin bahwa itu suara temannya karena mereka sebelumnya pernah beberapa kali telfon-telfonan.

Marah dan kesal setelah tahu bahwa temannyalah yang mencuri handphonenya. Keesokan paginya ketika ia bertemu dengan mahasiswa B, luar biasa tidak bisa digambarkan raut muka temannya itu. Mungkin kalau bisa digambarkan dengan warna, Mukanya berwarna merah kuning hijau biru ungu coklat hitam campur aduklah. Tingkah lakunya yang canggung sangat tidak bisa ditutupi. Dan pasti ada apa-apanya. Semakin yakinlah ia dengan kecurigaannya. Melihat mukanya saja emosinya sudah naik ke ubun-ubun. Satu-satunya yang ingin ia lakukan saat itu adalah menariknya ke toilet dan langsung memaksanya mengaku lalu segera memintanya mengembalikan handphonenya.

Kejadian itu berlalu. Tak berapa lama kemudian mahasiswa A mendapat kabar dari temannya yang lain tentang kesulitan-kesulitan mahasiswa B. Bahwa perekonomian keluarganya goyah karena ditinggalkan pergi sang ayah. Keluarganya cerai berai. Adik-adiknya banyak yang tak terurus hingga harus dititipkan kepada saudara-saudaranya. Bahkan ia juga mendapat kabar bahwa mahasiswa B berusaha meminjam uang dalam jumlah yang cukup besar pada temannya yang lain. Perekonomian keluarganya hancur dan mereka benar-benar dalam kesulitan. Begitulah.

Mendengar hal itu mahasiswa A jadi kasihan. Tak ada lagi rasa marah ataupun kesal yang ada sekarang malah rasa kasihan. Dan sempat ia berdoa semoga handphonenya yang tidak seberapa itu bisa sedikit membantu keluarganya.

Kembali pada judul diatas.
Yang membuat mahasiswa A menjadi berubah 180 derajat dari marah menjadi kasihan adalah informasi. Informasi tentang latar belakang mengapa mahasiswa B mencuri.

Mengenal diri sendiri berarti tahu informasi tentang diri sendiri. Mengetahui tentang kelemahan dan kelebihan diri sendiri. Tuhan mengetahui tentang diri manusia seutuhnya per individu daripada manusia itu sendiri.

Ketidakbisaan manusia menerima kenyataan yang terjadi pada dirinya adalah karena kekurangan informasi. Ia belum benar-benar mengenal dirinya sendiri. Karena sebenarnya semua kejadian yang terjadi pada diri manusia adalah yang terbaik dari Tuhan. Kalau kita mengetahui latar belakang mengapa Tuhan melakukan ini dan melakukan itu. Mengapa Tuhan menakdirkan ini pada saya dan menakdirkan itu padanya maka tidak ada lagi yang namanya menggugat kehendakNya yang ada adalah rasa bersyukur. Dan ia akan lebih mengenal Tuhannya lebih baik dari sebelumnya. Wallahualam bisawab.

Sabtu, 23 Juli 2011

kesatu, kedua, dan ketiga, kotak itu adalah saksinya



kesatu adalah pencarian seseorang yang penuh rasa ingin tahu
dengan beban yang banyak tetapi cuma berbekal nekad dan kepongahan
hasil kesatu adalah sedikit keyakinan dan rasa ragu serta gugatan disana sini
tangisan pilu, duka, marah, malu, kesal dan sesal...
perih karena luka lama terbuka kembali
mengoyak hati seorang anak kecil yang malang kemudian menjadikannya berdarah-darah
tindakan demi tindakan dilakukannya tetapi tak sepenuhnya yakin
bahkan kawannya mengatakan dirinya buta, karena tak mampu melihat keindahan itu
bagaikan raga tanpa jiwa, tak tahu kebenaran atau kebatilan ditelannya mentah-mentah
bahkan yang jelas-jelas batil pun ia tak mampu membedakan
jatuh dan jatuh lagi dalam kubangan dosa
hanya rahmat Tuhan yang mampu menariknya kembali
kembali kepada kesadarannya...

kedua hanyalah sekelebatan bayangan diantara kotak kotak
tak jelas apakah ia manusia atau makhluk jadi-jadian
datang ketika yang lain sedang bergegas untuk pergi
dia kehilangan kemeriahan pesta, kehilangan banyak
tapi lagi lagi Tuhan maha pemurah
Dia mengajarinya cara yang benar
memberinya vitamin agar tubuhnya lebih kuat

ketiga adalah pertaubatannya yang indah
kembali pada tangisan...
antara sakit dan syukur
seperti dioperasi tanpa anestesi
dia melihat semuanya, racun itu benar-benar dibuka
sepanjang hidupnya dari waktu ke waktu semuanya nampak
dari sinar gama hingga gelombang radio
satu pesan
kalau mau menerima maka tangan harus terbuka
tak bisa menerima dengan tangan tergenggam
maka lepaskan semuanya

Minggu, 17 Juli 2011

percikan air buat tanaman malam ini biar segerrr

Orang yang pengalaman-pengalaman mistiknya telah menjadi dasar bagi “keyakinan langsung” tidak memerlukan penjelasan-penjelasan ilmiah, karena “ada suatu batas yang ditarik di mana akal harus berhenti, sementara sufi yang mencapai keyakinannya langsung melalui pengalaman batin akan melampauinya” (Ibn ‘Arabi, FaH, h.162)

Namun untuk semua itu, upaya-upaya pemahaman rasional seperti itu juga layak dalam pandangan islam, karena Al Quran menganjurkan kita untuk melakukan penelitian ilmiah (Tanda-tanda itu terdapat di dalam alam). Semakin banyak melakukan penelitian empiris, akan semakin besarlah kesadarannya mengenai Tuhan, bagaimanapun : “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri) (QS 41: 53)

Seperti yang guruku selalu bilang “risetlah” “coba” dan semua akan terbukti.

Jumat, 24 Juni 2011

cerpen ---'pengelantang' wajah---

Aduh… ga enak rasanya sama si Loli. Dia sms melulu mengeluh tentang mukanya yang merah-merah, gatal-gatal plus mengelupas. Sebelum dia memutuskan untuk memakai, sudah kubilang padanya efeknya itu bakalan parah banget. Bahkan sesaat sebelum memberikan krim-krim itu kuperingatkan lagi padanya bahwa rasa panas diwajah itu sampai-sampai membuat kita ngga bisa tidur. Belum lagi muka kita bakalan merah-merah ditambah perih bikin kita ngga bisa keluar rumah untuk beberapa hari. Tetapi ia begitu keukeuh ingin memakainya karena melihat perubahan nyata pada kulit wajahku. Rasanya seribu kata tak berguna untuk memperingatkannya karena dia melihat sendiri buktinya didepan mata. Dari awal aku sudah tak yakin ia bakal tahan, karena yang ku tahu Loli adalah anak orang berada yang terbiasa dengan kemudahan. Nah, sekarang beginilah jadinya. Keluhan demi keluhan muncul. Apa yang hendak kukatakan lagi padanya selain sabar dan bertahan karena efeknya akan berlalu setelah sekitar seminggu.

“Gue juga dulu kayak gitu Li, lo tahan aja…”
“Iya, tapi sampe kapan ya Ra? gue takut ini mercurynya banyak banget soalnya dulu gue pernah dapet krim dari dokter ga ngelupas-ngelupas kayak gini.”
“Gue dulu yang parah-parahnya itu cuma semingguan, sabar aja…”
“Sabunnya ini baunya kayak sabun papaya Ra, dulu gue pernah pake ini sabun cuma dulu bentuknya batangan ngga cair kayak gini…”

Dalam masa-masa genting kayak gini aku jadi ingat, kenapa ngga aku tes aja ya krim-krim ini apakah mengandung mercury apa ngga. Bodohnya diriku kenapa baru sekarang ingat. Padahal cara paling simpel mengetes apakah bahan kosmetik mengandung mercury atau tidak sudah kuketahui sejak semester dua dibangku kuliah dulu. Ada empat barang yang sudah menjadi satu paket untuk perawatan muka ini. Aku mulai mengetes barang itu satu persatu. Pertama sabunnya aku uji. Hasilnya negatif, memang sudah kuduga. Kalaupun mengandung bahan pemutih pasti yang lain, bukan mercury, tetapi pasti termasuk bahan yang keras kurasa. Kedua toner. Aku tes, hasilnya negatif. Sudah kuduga. Karena dari baunya saja memang alkohol, cuma warnanya agak gelap mungkin mengandung iod. Masalahnya adalah etanol atau methanol karena yang berbahaya dan tidak disarankan untuk bahan kosmetik adalah methanol. Aku juga tes kemungkinan itu. Ternyata hasil etanol. Yah wajar. Ketiga, krim siang, nah yang ini hasilnya positif mengandung mercury. Cuma yang sangat disayangkan aku tak bisa tahu kadarnya berapa banyak. Karena tes yang kulakukan hanya tes kualitatif bukan kuantitatif. Semoga saja masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan Kadar mercury yang masih diperbolehkan adalah 0,001 ppm didalam tubuh manusia. Keempat, krim malam. Aku tes, hasilnya negatif tidak mengandung mercury.

Aduh Tuhan. Campur aduk perasaanku. Bukan hanya Loli yang jadi korban, tapi sekarang aku juga sudah kena. Apa yang harus kukatakan pada Loli sekarang. Haruskah aku jujur bahwa krim itu mengandung mercury dan bukan dia saja yang sudah tertipu tetapi aku juga. Aku frustasi menyadari kenyataan yang terjadi didepan mataku. Yang membuat aku tambah merasa nggak enak sama Loli adalah krim-krim itu berasal dariku, berasal dari kakakku tepatnya. Loli membelinya lewat aku.

Sekitar sebulan yang lalu kakakku menawarkan krim wajah kepadaku, tanpa rasa curiga sedikitpun aku memakainya. Dia cuma bilang krim ini bagus dan racikan seorang dokter. Yah kupercaya saja, memang aku selalu percaya kepada kakakku walaupun seringkali aku dikecewakan. Sebenarnya yang lebih aku perhatikan ketika membeli krim-krim itu adalah aku ingin menolong kakakku karena ketika itu kakakku sedang butuh-butuhnya uang. Semenjak perusahaan tempat kerjanya bangkrut dan dan ia bekerja di perusahaan yang baru, gajinya merosot drastis dan mau tidak mau ia dan istrinya cari sampingan sana sini untuk menutup segala kebutuhannya.

Sehari dua hari biasa saja kupakai krim-krim itu tanpa keluhan apapun. Setelah sekitar seminggu aku memakainya barulah efek yang sebenarnya muncul. Mukaku merah, perih, panas, tetapi nggak ada gatal-gatal seperti yang Loli keluhkan padaku.
Parah bangetlah rasanya sampai-sampai ketika itu aku harus izin tidak masuk kerja karena mukaku yang rasanya nggak karuan. Tak ada kepikiran bahwa krim-krim itu mengandung mercury sedikitpun. Kuikuti semua saran kakakku dengan seksama untuk mengurangi rasa sakitnya. Ia bilang bahwa semua pemakai krim-krim itu akan mengalami hal sama seperti diriku cuma memang lama waktunya berbeda-beda. Ada yang seminggu, dua minggu bahkan yang terlama sebulan, bahkan katanya ada yang tidak mengalami efek parah apapun semuanya lancar sampai didapatkan hasil yang maksimal. Aku percaya saja, karena siapa lagi yang mesti kupercaya selain dia karena krim-krim itu kudapat dari dia, jadi dialah satu-satunya tempatku bertanya.

Huh… pikiran tentang Loli muncul kembali. Penat kembali kepalaku. Tak bisa kubayangkan jika papanya Loli tahu keadaan anaknya sekarang. Duh bisa marah-marah pastinya. Kurasa saat ini papanya belum tahu dan kalaupun sudah tahu, pasti sekarang ia lagi dimarahain sama papanya trus lagi dipaksa ngomong dapat dari mana krim-krim yang membuat muka anaknya jadi ngga karuan gitu. Dan pasti anaknya itu langsung dibawa ke dokter spesialis kulit paling hebat. ‘Semoga ngga terjadi hal yang tidak diinginkan pada Loli.’

“Li, pasti dari awal lo udah nggak yakin kan makai produk ini?”
“Sebenernya yang bikin gue ngga yakin itu sabunnya Ra, itu baunya kayak sabun papaya...”
“Pantesan, buktinya gue nggak kenapa kenapa tuh… cocok cocok aja. Trus sekarang gimana muka lo?”
“Masih merah-merah, pengen gue pake dulu sampe ada hasilnya trus baru gue lepas. Gue mau pake pelembab dari dokter gue aja.”
“Ya udah…”

Aduh aku bilang ngga ya, kalau krim siangnya itu mengandung mercury. Duh Tuhan, aku bingung… disatu sisi ia temanku disisi lain ada kakakku.

“Hmm. Li.. kalo mau dikurangin krim siangnya jangan dipake dulu aja. Pake krim malam aja sama sabunnya…”

Kalau saja itu bukan tulisan sms dan ngomong langsung ke Loli mungkin Loli bisa langsung membaca raut mukaku yang campur aduk. Ada rasa ngga enak campur bingung. ‘Aduh, maafin gue Li.’


Aku ngga bisa konsentrasi ketika bekerja. Pikiranku masih bingung antara bilang apa ngga ke Loli perihal mercury itu. Sebenarnya dalam sms-smsnya kepadaku ia sudah mencurigai adanya mercury didalam krim itu. Kalau dari cerita kakakku bahwa selama ini pelanggannya sudah banyak yang memakai produk itu dan rata-rata mereka semua bisa melalui efek yang parah itu lalu kemudian mendapatkan hasil yang maksimal. Sama seperti diriku. Tapi mengapa Loli ini efeknya beda banget dari yang lain-lain ya?
Merah dan perihnya nggak hilang-hilang.

Kubuka YM, ada Loli lagi online
Kusapa dia
“Li, gimana muka lo sekarang?”
“Masih merah-merah, gue udah ngumpet-ngumpet dirumah pas muka gue lagi merah. Gue selalu menghindar dari papa…”
“Trus..”
“Akhirnya papa tau juga, trus dia maksa gue supaya cerita, dapet darimana krimnya…”
“wow… pasti bokap lo marah ama gue ya Li?”

Lama dia nggak jawab, trus dia jawab
“Hahaha…”
“Udah ke dokter?”
“Udah tapi cuma kedokter umum.”
“Kata tante gue dia dulu pernah make produk pemutih kayak gitu tapi murah…”

Hohoho… so, maksud lo? gue dulu jual krim itu dari kakak gue ke elo tanpa imbalan apapun Li, asal lo tau aja… ngga ada gue ngambil untung sepeserpun sampai-sampai kakak dulu ngomong kalau ada yang mau beli lagi jangan kasih harga segitu. Harga itu khusus dia kasih ke gue adeknya, kalo ke orang lain beda begitu katanya. Katanya lagi, temannya ada yang menjual produk sejenis dengan harga jauh diatas modal, karena memang produk itu sudah terbukti bagus. ‘Tetapi berbahaya kak, dalam hatiku’

“Kalo dari dokter, ngga ngelupas kulitnya… dulu gue pernah dapet krim dari dokter.”
“Ya, kata kakak gue sih itu racikan dokter istrinya…”

Memang aku pernah menanyakan secara langsung pada kakak iparku itu racikan dokter atau siapa? Kakak iparku bilang iya itu memang racikan dokter kulitnya, dulu. Nah karena ia berteman dengan asisten dokter itu dan sekarang dokternya lagi pendidikan di Australia maka sekarang yang ia pakai dan yang ia pasarkan juga adalah produk racikan asisten dokter. Begitulah cerita yang sesungguhnya. Dan ketika aku tahu bahwa krim siangnya mengandung mercury aku langsung konfirmasi ke kakak iparku agar dia menanyakan langsung pada temannya itu. Temannya memang sudah mengaku. Memang dia menggunakan mercury tetapi hanya pada krim siangnya saja. Tetapi ia berkilah kandungan mercury masih diambang batas, jadi aman. Aduh, tak tahulah… apakah aku harus percaya atau tidak.

“Kata temen gue yang ke dokter kulit mawar yang terkenal itu, dia pakai produk pemutih ngga ngelupas-ngelupas kayak gini?”
“Ya Elo ke dokter aja, gampang kan. lagian dari awal kan gue udah kasih tahu lo bahwa efeknya itu parah dan lo ngga bakal tahan,”

Agak senewen juga diriku, untung lewat YM-an begini

“Mahal, tujuh ratus ribu seminggu. Ntar deh kalo gue udah tajir, lo jangan make lagi Ra… kata tante gue itu bahaya. Udah lepasin aja semua…”
“Gue ngga kenapa kenapa tuh, cocok cocok aja. Sabunnya masih gue pake, tonernya udah agak jarang-jarang. Krim malam juga masih, cuma krim siang aja ngga.”
“Apalagi sabunnya tuh, itu sabun papaya gue pernah liat di tv katanya bahaya…”
“Gue udah tes, bersih”
“Krim siangnya udah nggak gue pake”
“Lo salah Ra, justru krim malamnya yang bahaya.. krim siang itu cuma sunblok aja sama pelembab, kata tante gue…”
“Gue udah tes, krim malem bersih, clear! Gue udah tes semua Li, dari keempat barang itu..”
“Tes apa? Terus...”
“Ya.. gue udah tes untuk menguji ada atau tidaknya mercury, cuma krim siang aja yang mengandung mercury…”

Fiuhh… Akhirnya keluar juga kata-kata itu. lega.

“Tapi kata tante gue…?
“Lo mau ngga gue kasih tau caranya gimana ngetes kosmetik apakah dia mengandung mercury atau tidak?”
“Gimana?”
“Lo punya cincin atau gelang emas kan? nah sekarang coba ambil bahan yang lo mau uji. Taruh itu diatas kapas trus gosok-gosokan emas ke bahan kosmetik tadi. Kalau bahan tadi berubah jadi hitam berarti itu mengadung mercury.”
“o gitu… ntar gue coba.”
“Udah banyak produk kosmetik dipasaran yang gue tes, ada beberapa yang mengandung mercury ada yang ngga.. dan setelah lo nyoba sendiri lo pasti ngga nyangka deh, bahwa ternyata banyak produk dengan merek terkenal mengandung mercury juga…”

Kulihat pemandangan keluar jendela. Jalanan selalu ramai. Macet bukan barang baru di Jakarta. Diluar langit gelap, seperti hatiku saat ini. Baru juga jam empat sore tapi seakan-akan sudah mau magrib. Memang dari tadi siang langit mendung. Sentakan temanku membuyarkan lamunanku dan seketika menyadarkanku bahwa hari ini adalah hari rabu, jadwalku ke tempat pamanku untuk membawa barang dagangan pesanan ibuku. Berarti mau tidak mau aku akan bertemu dengan Bu Galuh.

Jadwalku ke rumah paman adalah rabu dan sabtu dan jika kesana pasti aku akan menginap dan baru pagi-paginya aku pulang. Karena selain pulang dari tempat kerja sudah malam, rumah paman juga sangat jauh dan jika aku memaksakan pulang malam-malam tidak diperbolehkan oleh paman. Bahaya katanya karena aku anak perempuan. Ya sudahlah aku menurut saja… tetapi yang membuat aku agak berat ke rumah paman adalah pasti aku akan bertemu dengan bu Galuh, tetangganya paman yang sering keluar masuk rumah paman bak rumahnya sendiri.

Masih teringat hari sabtu lalu ketika dengan ‘ganas’ ia membongkar-bongkar isi tasku untuk mencari sabun muka, toner dan krim malamku lalu dengan berani ia memakai semua itu.

“Eh, Ira kapan datang…”
“Oh.. eh iya bu…”
“Ohiya kamu bawa krim wajah yang itu ngga?”
“Bawa bu, yaa… perjalanan dari tempat kerja kesini kan jauh bu, dan pasti muka saya kotor kena debu seperjalanan tadi.”
“Oh iya, sudah kamu tanyain belum? yang kecil ada ngga?”
“Sudah. Ada bu, harganya hampir separuhnya yang besar.”
“Masih mahal ya. Oh ya sudah, saya pinjam ya? Saya cuma mau ngilangin ini doang kok sedikit.”

Sebuah pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban menurutku karena tanpa menungu jawabanku ia sudah mengambil semua itu dan memakainya dengan sadis.
Benar – benar nggak rela melihat ia memakai semua itu dengan boros.
‘Aku saja memakai semua krim itu dengan hemat’ batinku.

Sabtu lalu, ketika Bu Galuh datang dan memakai semua krim-krim itu aku belum tahu bahwa krim siang ternyata mengandung mercury, dan aku masih santai-santai saja memakai semua krim itu. Dan merasa sangat ngga rela waktu bu Galuh memakainya dengan sadis. Tetapi sekarang, akh…frustasi. Inginnya sih kutinggalkan saja semua krim-krim itu tetapi sayang juga karena kubeli krim itu dengan harga mahal. Setelah semua krim ini habis aku tak akan beli lagi, itu tekadku. Krim-krim ini cuma membawa pusing saja.

Belum lagi ketika hari rabu miggu lalu ia mencoba mengetes omonganku apa aku bohong apa ngga. Karena memang rabu lalu aku tidak bawa semua krim-krim itu ke rumah paman karena ketinggalan dirumah. Ngga perlulah maksa-maksa orang sampe segitunya kali. Kalau mau minjem ngga usah maksa-maksa dong cui. Kenapa ya ada orang gigih banget dalam minjem barang orang. Terakhir terakhir sebelum beranjak pergi dari hadapanku dia masih bilang,
"Jangan lupa sabtu nanti bawain ya... ntar aku bayar deh," males gila dalam hatiku.

Kalau ini adalah soal urgen lain perkara. misalnya mau pinjem uang buat beli beras atau mau bawa anaknya ke rumah sakit atau apalah yang menyangkut hajat hidup orang banyak. ini masalah sepele, mau pinjam krim perawatan muka lengkap. Mulai dari sabun muka, toner, krim siang dan krim malam. Hmmm..’Ada yang lain lagi bu? ngga sekalian aja minta dibawain kapasnya atau washlap sekalian...’

Serba salah kalo bertemu orang itu, pengen menghindar tapi dikejar-kejar terus. Pantang mundur. Memangnya ngga lihat apa ya kalau aku sudah pasang muka super duper nggak senang.

Pagi-pagi dari rumah paman aku harus bergegas pulang. Seperti biasa, sepanjang perjalanan aku harus sekuat tenaga menahan kantuk. Sebuah perjuangan yang sangat berat bagiku. Setelah semalaman mengepak-ngepak barang yang akan ku bawa. Pagi-paginya dalam keadaan masih ngantuk harus mengendarai motor sejauh 50 km. ‘Angin pagi bersahabatlah denganku.’ doaku pasrah.

Hp ku bergetar, rupanya sms masuk, Loli mengirimkan sms kepadaku
“Ra, lo mau datang ngga ke walimahannya Rahmi di kampus LAN,”
“Mau, tapi gue ngga tahu tempatnya, maksud gue alamatnya kampus LAN itu,”

Sudah beberapa hari ini ia tidak meng-sms-ku. Tidak pernah mengeluh lagi tentang mukanya. Smsnya pun kali ini to the point. Hal itu malah membuatku semakin merasa ngga enak. Agak khawatir aku menanyakan perihal kemajuan mukanya.

“Li, muka lo udah baikan?”
“Masih perih,”
“Trus udah kelihatan perubahannya?”
“Ngga, muka gue belang.”

Oow… Tuhan, ini adalah kesalahanku.

Hari saat walimahan sahabat kami Ami tiba juga. Biasanya aku dan Loli memang selalu pergi kemana-mana berdua. Kalau aku sedang ingin mencari barang apapun aku mengajaknya dan kalau Loli ingin pergi tanpa papanya ia selalu mengajakku. Ke mall, makan atau ke resepsi teman seperti sekarang ini. Begitulah. Biasanya aku akan menjemputnya di rumahnya baru kemudian kami jalan bareng pakai motorku. Kali ini aku tidak menjemputnya dari rumahnya karena katanya ia sedang menghadiri wisuda adiknya di kampus dekat rumahku jadi kami janjian dipasar dekat rumahku. Entahlah apa ia sengaja atau tidak mengatur pertemuan kami bukan dirumahnya karena kalau dirumahnya sudah pasti aku akan bertemu dengan papa mamanya.

Ia datang duluan di tempat yang sudah kami sepakati. Ia mendekati motorku dari arah seberang. Kulihat wajahnya ‘Astagfirullah alaziimi’ yang ia katakan pada sms terakhir itu benar adanya. Mukanya belang. Oh Tuhan, tak mampu aku berkata-kata. Benar-benar ngga enak. Aku pun tak berani lama-lama menatap mukanya. Di dalam resepsi itu pun ia lebih banyak diam. Baru juga kami sampai dan duduk sebentar Hpnya Loli bordering.

“Sori Ra, gue harus pulang sekarang, kunci mobil papa gue kebawa di tas gue, nih…”
Ia memperlihatkan kunci itu sambil menggemerincingkannya.

“Tapi kita baru sampe Li,”
“Ngga apa apa lo disini aja, gue pulang duluan naik taksi. Soalnya papa gue mau pergi, kalo kunci di sini gimana.” ucapnya sambil senyum senyum
“Tapi… ya udah deh, terserah lo aja.”
Ia berpamitan juga pada temanku yang kebetulan ada didekat kami.

“Sori ya guys gue buru-buru.”
“Eh tunggu dulu, kita foto-foto dulu sini,”

Salah satu temanku berusaha menahannya, namun ia menghindar dan buru-buru hilang dari hadapan kami.
“Sori sori, benaran gue buru-buru…daaaa.”

Aku bertemu banyak teman lama di resepsinya Ami. Mirna, teman sebangku denganku ketika kelas satu SMA mendekatiku dan kamipun saling menyapa dan menanyakan kabar masing-masing.
“Eh, Ra… lo beda banget deh sekarang.”
“Apanya yang beda?”
“Lo pakai bedak apa sih?”
“Oh itu, gue pakai krim dari kakak, itupun sudah gue ngga pakai lagi semenjak tahu itu berbahaya..”
“Berbahaya gimana?”
“Iya ternyata krim itu mengandung zat kimia yang berbahaya,”
“Gue mau coba dong Ra, ngga apa-apalah gue coba sedikit.”
“Itu berbahaya Mir, percaya deh.”
“Ra, lo tahu ngga, gue ini habis diputusin sama cowok gue. Dia itu selingkuh sama cewek yang lebih cantik, lebih putih…”
“Sudah gue bilang Mir, ini berbahaya. Mengandung mercury.” Aku mengecilkan volume suaraku.
“Plis Ra, gue mau coba… resiko gue yang tanggung sendiri! Gue mau dia nanti menyembah-nyembah dikaki gue dan minta balikan sama gue. Sumpah kalau dia begitu ngga akan gue mau balikan sama dia.” Nada bicaranya penuh emosi, seram juga aku mendengarnya.
“Sori Mir, ngga bisa… tadi lo bilang lo ngga mau balikan sama dia trus buat apa lo lakuin semua itu?”
“Plis dong Ra, lo kan temen gue…” kata-katanya melemah
Sulit sekali aku menyakinkannya. Demi Tuhan, temanku satu ini keras kepala.
“Apa perlu gue bayar dua kail lipat.” Tambahnya lagi.
“Ini bukan soal uang Mir, lo bakal nyesel dikemudian hari.”

Fiuhhhhh. Lama juga aku menyakinkannya. Tapi kemudian kami saling bertukar nomor kontak kami masing-masing.

Jam sembilan malam aku tiba dirumah. Badanku pegal-pegal. Ingin rasanya segera tidur tanpa membersihkan semua kotoran yang menempel diwajahku setelah seharian diluar. Tapi kupaksakan juga melakukan rutinitas sebelum tidur. Baru saja aku ingin merebahkan tubuhku ada sms masuk, ternyata Mirna. Kubaca tulisannya,
“Ra, pliiis… gue minta nomor telpon kakak lo dong?”
Ampuuuuuuuuuun Tuhan…

kebahagiaan

satu kata yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk aplikasikan

apakah aku harus bahagia?

jika harus berangkat pagi pulang sore atau malah kadang-kadang malam
pulang kembali ke rumah, membawa penat dan jerih

jika harus bertemu dengan anak-anak, menyampaikan hal yang sudah puluhan kali aku ulang-ulang, dan bercanda dengan mereka

jika dua kali seminggu berjalan jauh mencari Tuhan

jika setiap bulan hanya bisa memenuhi kebutuhan sendiri

jika harus menahan perasaan karena sepanjang jalan melihat penderitaan tanpa bisa berbuat banyak tuk membawa perubahan

jika menjalani pekerjaan yang kata orang gak penting

jika menyaksikan anak-anak didikku berbinar matanya karena mengerti

jika mendapat berita bahwa anak-anak didikku masuk perguruan tinggi terbaik

jika terpaksa harus mengatakan "tidak bisa" dan menahan malu

jika menjalani kesendirian dalam sepi

jika harus menyaksikan tatapan orang tua yang selalu berharap

jika menyaksikan teman-teman berubah satu demi satu

jika hanya bisa menjadi pendengar tentang kesusahan teman-teman tanpa bisa banyak membantu

jika tersenyum menyaksikan langit merah ketika senja

jika melihat senyuman diwajah anak-anak kecil yang bermain tanpa beban

jika gak bisa diam ketika semangat membuncah memenuhi seisi langit saat cita-cita menuntut tindakan

jika membaca cerita lucu lalu tertawa lepas sampai tergelak-gelak

jika menyadari air mata yang menetes mengingat diri yang berulang kali jatuh dalam lumpur dosa

jika menyadari karuniaNya yang tak terkira pada manusia rapuh ini karena berulang kali melakukan kebodohan

jika bangun dari tidur lalu seketika berpikir tentang kematian dan apa yang sudah ku lakukan selama ini

Tuhan...

kenyataannya hidup berputar-putar silih berganti antara duduk, diam, berdiri, makan, tidur, bekerja, tertawa, bahagia, tersenyum, menangis, terharu, tak lain. tapi mampukah diri ini menerima semua itu dengan perasaan bahagia, bersyukur dan ikhlas karena aku hanya sebuah pena sedangkan Engkau adalah tangannya.

wa laa haula wa laa quwwata illaa bilaahil'aliyyil azhiimi.
astagfirullaahal azhiim

Selasa, 21 Juni 2011

pelajaran dari sang dosen

yah... walaupun kata-kata ini sudah sering dia dengar. Tapi kali ini rasanya beda, lebih nancep. blub. Pelajaran hari ini dia dapat dari seorang tua berseragam biru. Necis dan gagah abis. Dia bilang kalau kita membatasi diri kita kecil maka kecillah kita. Kalau kita membuat diri kita besar maka besarlah kita. Tuhan itu sesuai persangkaan hambanya. Nasib kita adalah tergantung pikiran kita. Didunia ini ada seribu kesukaran menghadang setiap orang tetapi ada semilyar rahmat Tuhan yang mengiringinya. Caiyooo!!

hahaha biasa aja kaleee

Dia pikir dia telah mendapatkan kebahagiaan berkawan. Sebuah komunitas baru yang menawarkan pengalaman baru . Anak-anak muda teman pencarian sesuap nasi yang kebanyakan adalah seumuran adiknya. Belum pernah dia merasa senang seperti ini. Hahaha. Rencana bakal mengisi lembaran sang waktu dengan kawan sepencarian di bumi elok, tanah sementara ternyata gak jadi. Memang yang direncanakan kadang tak sesuai dengan kenyataan. Bukan kadang malahan sering.

Hahaha. Semua berasal dari tempat misteri. Seleksi alam juga yang berlaku didunia. Kenapa ya… sering banget kejadian kayak gini terjadi kepadanya. Hahaha. Kasihan juga lama-lama. Kira-kira menurutMu bagaimana Tuhan? apa menurutmu dia pantas dikasihani. Apa menurutMu dia itu memang pantas diperlakukan seperti itu. Yang sudah terjadi itu atas kehendakMu juga lho Tuhan…

Dia bilang dia inginnya sih mengabaikan saja dan tak diambil pusing urusan gak penting kayak gitu. Tapi kadang-kadang kalau dia lagi sensitif pikirannya kacau juga, jadinya gak karuan. Merasa sesaklah ini lah itu lah wah panjang urusannya. Ada gak sih caranya supaya kejadian kayak gini tuh gak terulang-ulang terus. Sekali dua kali tiga kali rasa-rasanya udah gak wajar deh. Fiuhh. Keknya ada thing wrong some :p

perjalanan belum berhenti

Tanggal 21 april 2011
Dia berlari dan terus berlari. Lucu, padahal dia tidak sedang mengejar apapun. Peluh mengalir dari seluruh tubuhnya. Kadang ia terjatuh, tapi ia bangun kembali dan meneruskan perjalanannya. Ia berlari lagi. Rasa sakit tak dihiraukannya. Yang ia tahu bahwa ia harus terus berlari. Yang ia tahu ia tidak boleh diam. Diam berarti menyerah. Diam berarti lemah. Sebab jika sudah diam ia tak akan tahan untuk tidak merintih, mengeluh, menangis dan merasakan sakit. Maka untuk apa ia berhenti jika hanya untuk menyalahkan nasib. Satu keyakinan yang membuat ia bertahan. Bahwa Tuhan tidak pernah menganiaya hambanya. Bahwa kasih sayang Tuhan melebihi kasih sayang orang tua kepada anaknya. Ia maha benar. Maha mengajari hambanya. Walaupun dengan rasa sakit yang sangat tapi tujuannya adalah baik. Hanya saja dia manusia bodoh yang belum mengerti akan rencana besar Tuhan kepadanya.

Dia meminta sedikit jawaban dariMu Tuhan. Yang dia gunakan selama ini adalah imannya yang tipis yang nyangkut dalam selembar jiwanya yang rapuh. Ia hanya butuh penguatan. Mungkin seorang kawan. Penyingkapan atas sedikit saja hijab yang selama ini tertutup rapat. Sebuah penjelasan yang merasuk, hingga bisa merubah sikap dan pemahaman. Kini dia mengerti bahwa Tuhan maha bijaksana. Dia tahu batas kemampuannya. Bagaimana jadinya jika semua hijab tersingkap. Bagaimana jadinya jika tirai-tirai kealpaan semua terbuka. Kuatkah ia menahan semua itu. Rasa sakit yang sangat. Sakit yang diakibatkan oleh sesuatu yang tak nampak jauh lebih menyakitkan daripada sakit yang diakibatkan oleh pisau tajam. Sakit ruhani lebih berbahaya daripada sakit fisik.

Sekarang ketika menyadari ternyata dirinya sakit. Pengetahuan akan hal itu lebih menyakitkan daripada sakit itu sendiri. Seorang anak yang lagi sakit flu gak boleh minum es. Anak yang lagi sakit batuk gak boleh makan permen. Anak yang lagi sakit gondongen gak boleh banyak main, dia harus banyak-banyak istirahat. Begitulah kira-kira larangan orang tua kalau anaknya lagi bermasalah. Tapi apa obatnya Tuhan… ? apakah penyakitnya ada obatnya sehingga dia bisa hidup normal lagi seperti orang-orang seusianya. Dimana sang pengobat itu? Mungkinkah disini? Karena disinilah ia menyadari bahwa dirinya sakit. Mungkinkah sang pengobat memberitahu perihal penyakitnya lewat pemahaman yang entah bagaimana caranya merasuk begitu saja menjadi sebuah pengetahuan. Walaupun sebenarnya menyakitkan.

Sumpah demi Tuhan. Menyadari dirinya sakit lebih menyakitkan daripada sakit itu sendiri. Sumpah demi Tuhan… dia merasa sakit sekali Tuhan. Dia bilang bolehkah dia minta agar Engkau melonggarkan sedikit ikatanMu. Karena katanya pergelangan tangannya sakit. Lehernya sakit. Tulang-tulangnya sakit Tuhan. Sakit katanya Tuhan…

Dia bertanya kepadaku Tuhan, apakah orang pesakitan seperti dirinya masih bisa disembuhkan? Dia bertanya lagi kepadaku Tuhan apakah dia bisa sembuh? Dia bertanya kenapa dia bisa punya penyakit seperti ini? Apakah dosanya? Dia tanya macam-macam kepadaku Tuhan… sumpah demi Tuhan aku gak bisa jawab semua pertanyaannya. Sebab memang aku gak tahu harus jawab apa. Pertanyaannya banyak sekali Tuhan… kadang dia bertanya sambil menangis, sebenarnya itu yang buat aku gak tega. Kadang dia bertanya seperti orang pandai, yang sedikit lagi diberi penjelasan pasti akan mengerti. Matanya yang membulat dan alisnya yang di kerutkan ketika ia bertanya menandakan ia sangat ingin tahu sekali. Kadang kala dia bertanya seperti anak kecil yang sama sekali tidak punya dasar pengetahuan sama sekali. Tetapi lebih sering dia bertanya sambil menangis… seperti orang yang tidak punya pengharapan lagi. Kasihan sekali Tuhan. Aku gak tega. Jiwanya rapuh sekali. Aku pun jika berkata-kata kepadanya harus hati-hati karena takut menyakiti hatinya. Dia seperti gelas kaca tipis yang rawan sekali dengan air panas. Sedikit saja teh atau kopi diseduh digelas itu pasti langsung retak. Tuhannnnn. Jangan tinggalin aku sendiri dong. Soalnya aku gak bisa jawab semua pertanyaanya.