Senin, 22 Juni 2009

cerpen --Tak harus banyak kata--

made by my sister

Ku tengok jam di pergelangan tanganku. Pukul 13.10. Pantas saja perutku sudah kukuruyuk begini, tadi pagi cuma sarapan sepotong roti dan segelas air teh. Si Ela kemana lagi, lama banget sih istirahatnya, gantian dong aku kan capek nih berdiri dari tadi pagi, gerutuku. Kupandangi orang-orang yang berlalu lalang didepanku, ternyata memang cukup ramai pengunjung mal pada hari sabtu ini dan mudah-mudahan juga kami bisa dapat pelanggan yang banyak hari ini. Nah... nah itu dia si Ela baru kelihatan batang hidungnya, syukurlah aku bisa gantian istirahat dan makan.

”Ela, kemana saja kamu? sudah satu jam lebih nih.” kataku sambil tunjuk jam ditanganku.
”Sori... sori... temen aku Sita ngajakin aku lihat obralan baju di lantai dua, nih aku beli 2 potong, mumpung murah!” kata Ela sambil senyum-senyum dan nunjukin belanjaannya.
”Ya sudah, aku istirahat dulu!” aku pun pamitan sama Mba Rita, supervisorku yang sengaja datang pada saat ramai seperti ini untuk menemani salah satu dari kami menjaga stand.
”Mba Rita, saya istirahat dulu ya.” kataku
”Ela sudah datang ya?” tanyanya.
”Sudah mba, tuh orangnya.” tunjukku pada gadis manis disana.
”Oh... ya, nanti jam ½ 3 saya balik ke showroom, kamu istirahatnya jangan kelamaan Sis!”
”Baik mba.”
Baru saja beberapa langkahku meninggalkan stand, tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggil namaku.
”Sis... Siska... tunggu,” suara cowok
Kupalingkan kepala ke belakang. Tapi kok tidak ada tanda-tanda orang yang memanggil, siapa ya?
”Hai, aku disamping kamu!” tiba-tiba saja suara cowok itu sudah dekat ditelingaku dan mengagetkan aku.
”Ya ampun, kaget aku tahu ngga!” kataku sambil mengelus dada.
”Sori..ya lagian jalannya kayak orang mau ambil BLT aja sih.”
”Ya, aku maafin, sebelum kamu juga, aku udah maafin orang, tapi...”
Wajahnya sih pernah aku kenal, tapi dimana ya? namanya siapa? dalam hati masih agak bingung karena jujur aku lupa siapa dia.
”Siapa ya..?” tanyaku masih bingung.
”Teman lama.. ehm.. kamu mau istirahat makan ya? yuk aku traktir sambil kita ngobrol-ngobrol, ngga keberatan kan?” katanya dengan senyum manis.
”Ya enggak lah, mana mungkin aku keberatan aku kan ngga bawa apa-apa, cuma bawa diri..” kataku dengan nada bercanda.
”Bakmi di lantai 4 enak lo, mau nggak? kamu nggak lagi diet kan?”
”Kamu ini aneh deh, masa badanku kurus begini masih harus diet sih, ngaco!”
”Ah engga lagi, kamu langsing kok dan masih manis kayak dulu.. malah tambah cantik tanpa kacamata.” katanya sambil melirik padaku.
Aku pura-pura ngga tahu, aku pikir-pikir pasti dia teman SMA ku atau paling tidak orang yang pernah kukenal 6 tahun lalu, karena sejak itulah aku mulai memakai kacamata.

Kami sudah sampai di tempat makan kami dan dia belum juga memberitahuku siapa dia sebenarnya. Aku pesan makananku dan dia juga, tapi perasaan kok doi seneng banget ya, aku perhatiin senyum melulu dari tadi.
”Sis, kamu udah bisa nebak belum siapa aku?” tanyanya masih sambil senyum
”Aku engga mau ah main tebak-tebakan, kamu kasih tau aja deh, jangan bikin bingung.”
”Aku Aldi, alumni SMA 101 tahun 2004 anak IPA 2, aku ini kan temennya Rio, teman sekelas kamu, IPA 3 kan? Aku kan sering main kekelas kamu, kamu nih bener-bener pelupa ya, baru 5 tahun udah lupa sama orang.”
”Ya maklum aja kallee, 5 tahun gitu loh! lagian lo juga kan temennya temen gue ,” kataku sok akrab dengan panggilan lo gue.
”Eh.. tapi sebetulnya gue ini rada-rada inget juga loh, gue sempet bilang kan wajah lo tuh nggak asing buat gue, gue cuma lupa nama aja.” kataku lagi beralasan biar nggak dibilang sombong gitu.
”Jadi sekarang kita panggilnya lo gue aja ya, biar lebih akrab dan asik and gaul.” katanya.
Selang beberapa menit berlalu kami pun masih akrab.
”Tadinya gue pikir Sis, lo masih pemalu kayak dulu, tapi ternyata lo orangnya asik juga ya sekarang,” katanya sambil menyantap bakmi dengan sumpit.
”Gue banyak belajar dari temen-temen, juga dari pengalaman gue kerja bertahun-tahun keluar masuk mal, bergaul sama banyak orang, tapi Di.. gue kurang beruntung seperti temen-temen gue yang lain yang bisa kuliah setelah lulus SMA, ortu gue kurang biaya untuk itu, tapi biar bagaimanapun gue tetap bersyukur dengan keadaan gue sekarang.”
”Makanya itu Sis, tadi gue sempet ragu-ragu mau menegur lo, karena yang gue tahu lo tuh termasuk juara kan dikelas lo, paling pinter malah, tapi sekarang kerjaan lo jagain pameran bridal gitu.”
”Tapi sori, bukannya bermaksud merendahkan pekerjaan lo, tapi seharusnya lo pilih pekerjaan yang banyak mengandalkan otak lo bukan tenaga kayak gitu, misalnya accounting atau apalah kerjaan kantor gitu, Sis.” katanya serius, kali ini tanpa senyum.

”Ya kan seperti gue bilang, gue nggak berkesempatan ngelanjutin kuliah, ijasah SMA yang gue andelin cuma bisa nempatin gue dipekerjaan ini, Di! Trus lo sendiri gimana?”
”Ya, mungkin gue lebih beruntung, bisa kuliah.. jadi sarjana dan sekarang udah kerja di perusahaan perkayuan kenalan bokap gue, yah lumayan lah”
”Selamat ya Di, atas keberhasilan lo, gue ikut senang ngedengernya.” kataku tulus dan.. kulihat jam ditangan ternyata sudah tak mungkin kami melanjutkan obrolan kami dan akupun berniat mengakhiri pertemuan kami.
”Sori ya Di, gue harus turun siap-siap jaga stand lagi, kapan-kapan kita ngobrol lagi.. makasih traktirannya,” kataku sambil menenggak minumanku yang hampir habis.
”Gue nggak mau kapan-kapan Sis! entar malam ada yang jemput nggak ?” tanyanya.
Aku menggeleng sambil tersenyum. Aku mengerti maksud pertanyaan Aldi.
”Jam berapa?” tanyanya lagi.
Tak kujawab, hanya kuacungkan 9 jari tanganku dan akupun berlalu.
Aldi mengangguk tersenyum.
Waktu berlalu tanpa terasa, mungkin karena perasaan hati yang sedang senang karena kami dapat beberapa pelanggan dan.. karena ada cowok manis yang menungguku di sana. Kulihat Aldi sudah berganti baju yang lebih casual dan... doi keren juga ya, enggak kalah keren sama si Romi, mantan pacarku yang aku putusin 2 tahun lalu karena ketahuan selingkuh.
”Hai Di, lo serius juga mau jemput gue ya! emangnya engga ada yang marah nanti?”
”Satu-satunya yang marah ya nyokap gue, karena gue udah nolak nganterin beliau ke rumah tanteku yang lagi ultah!”
”Maksud gue… cewek lo gitu!”
“Malah gue lagi yang udah siap-siap digamparin cowok lo karena udah berani-berani ngejemput ceweknya nih!”
Kita sama-sama senyum dan pergi meninggalkan Mall.
Dan sejak saat itu, intensitas pertemuan kami makin sering saja terjadi.

Pameran Bridal yang diadakan di Mall itu sudah berakhir, aku pun kembali bekerja di Showroom seperti biasa dengan shift sehingga jika aku pulang sore hari Aldi sesekali menyempatkan diri menjemput dan malam hari pada malam minggu saja.
Tapi sampai saat ini aku belum merasakan sesuatu yang spesial dalam diri Aldi selain dia memang manis apalagi kalau tersenyum, Si Ela saja mengakui itu. Posisinya dikantor tempat ia bekerja juga lumayan dan dia cukup royal. Aku pikir cewek lain pasti udah tergila-gila deh sama doi, tapi aku merasa itu belum cukup untuk mencintainya. Apalgi doi pun engga pernah menyatakan perasaannya padaku walaupun dari tingkah lakunya juga perhatiannya padaku menunjukan bahwa dia care padaku.

Aku masih takut mencintai, aku masih takut dikhianati. aku juga takut ia seperti Romi, aku tak mau kejadian yang lalu terulang lagi. Buktikan dulu Di kalau kamu tak seperti Romi, kataku dalam hati.

”Sis .. sepupu aku si Rani lagi nyari guru pengganti untuk ngajar di PKBMnya, untuk dua bulan aja sih, kamu ada teman nggak yang bisa?” kata Aldi pada suatu hari.
”Kayaknya aku pernah dengar deh PKBM, tapi sebenernya apa sih?”
”PKBM itu sekolah atau tempat belajar anak-anak jalanan, pengasong atau pun anak-anak yang kurang mampu, dan kebetulan temannya Rani lagi cuti melahirkan dan gue dimintain nyari orang yang mau, karena yang lain full time semua.”
”Rani itu sepupu kamu yang ngajar di bimbel dan privat itu kan?”
”Iya, disela-sela waktunya dia nyempatin juga ngajar di PKBM, tapi ya kerja sosial gitu nggak pake gajian Sis!”
”Menurut lo, gue mampu nggak Di jadi guru?”
”Kalo soal kemampuan sih, gue yakin lo mampu, tapi yang penting kan ada niat nggak ke arah situ dan harus sabar juga kan karena jadi guru itu bukan sekedar jadi pengajar tapi juga pendidik, dan pemberi contoh yang baik, bukan begitu!”
”Kalo gitu.. bisa nggak lo ngajuin gue sama sepupu lo Rani, gue bener-bener ingin tau kemampuan gue mengajar, tapi gue bisanya hari off aja,” kataku antusias karena dulu memang aku sempat bercita-cita jadi guru dan kupikir sekaranglah saatnya aku melakukan sesuatu buat orang lain.
”Lo serius nih?” tanyanya setengah kaget
”Ya iyalah, masa ya iya dong.”
”Ya udah, kalo gitu nanti aku bicarain sama Rani, mudah-mudahan bisa ya. Eh... tapi nggak dibayar lo, paling uang transport doang, emang lo mau?” tanyanya lagi. Aku mengangguk.

Akhirnya dengan bantuan Rani, aku bisa ikut ambil bagian mengajar disana, walaupun cuma sekali dalam seminggu pada waktu aku off saja dan tak terasa sekarang sudah memasuki minggu ke 7 dan aku sangat menikmati kegiatan baruku ini. Senang sekali rasanya bisa menjadi oarang yang berguna buat orang lain.
Selain itu, dari pertemananku dengan Rani, secara tidak langsung aku jadi lebih mengenal Aldi karena tak jarang Rani bercerita tentang Aldi dan keluarganya. Dan itu membuat aku seperti telah lama mengenal Aldi dan cukup juga untuk menanamkan benih sayang dalam hatiku kepadanya.
Dan memang makin lama makin kurasakan sayangku padanya, tapi sampai detik ini pun dia belum pernah menyatakan perasaannya padaku, entah cuma sayang apalagi cinta, tapi perhatiannya membuatku narsis bahwa dia juga sayang padaku.

Pada saat yang lalu aku pernah memintanya mengantarkan aku ke sebuah optik dimana aku memesan lensa kontak karena aku merasa harus mengganti lensa kontakku yang sudah tak nyaman dipakai. Disana kami bertemu dengan seorang gadis yang diperkenalkannya padaku sebagai teman satu almamater waktu kuliah dulu. Cukup cantik, dengan penampilan yang modern dan up to date gayanya. Aku sempat cemburu melihat keasikan mereka ngobrol sementara aku memang juga sibuk ngobrol dengan pramuniaga optik. Aku sempat berfikir lagi bahwa Aldi seharusnya berpasangan dengan gadis seperti itu, setimpal dan sepadan, bukan dengan aku, tapi kenapa kau seakan-akan memberikan harapan padaku? tapi kenapa pula tak pernah kau ucapkan kata cintamu padaku Di? akupun tak pernah berani mengungkapkan rasaku, aku merasa belum pantas untukmu.

”Sis, lo punya niatan nggak buat pindah kerja?” tanya Aldi pada saat menjemputku sepulang kerja.
”Punya kok, kalu ada kesempatan gue mau banget dapat kerjaan baru yang lebih baik dari ini, tapi kenapa lo tanya begitu?”
”Kalo lo mau gue bisa kasih rekomendasi buat lo ke kantor temen gue, saat ini dia butuh orang yang bisa dipercaya untuk pegang keuangan, gimana?”
”Keuangan Di, lo percaya sama gue? Gue juga kan belum punya pengalaman!”
”Iya, gue percaya. Dan soal pengalaman itu gampang, gue yakin lo bisa cepat belajar dan jadi seorang yang handal dibidang itu!”
”Ah lebai lo, tapi terima kasih, ngomong-ngomong kantor apaan?”
”Bukan kantor yang besar, tapi cukup kaya untuk bisa kasih lo gaji yang banyak, selain punya showroom di beberapa tempat di Jakarta, perusahaan juga mengekspor macam-macam produk dari kain batik, dan lo akan pegang bagian ekspor ini, dan satu lagi Sis yang penting English lo masih bagus ngga?”
”Oh pasti, tahun lalu gue sempat ambil English Course 2 semester. Gue merasa PD kalo English gue OK lisan dan tulisan,” kataku dengan bersemangat
”Ok, perfect kalo begitu.”

Satu lagi kebaikan Aldi yang membuatku merasa tersanjung, aku bisa merasakan pengalaman baru dalam hidupku dan dia tak pernah membuatku bosan untuk terus bersamanya. Aku merindukannya jika dia jauh dariku. Aku ingin merasakan hangatnya dipelukannya, tapi itu tak pernah terjadi, memegang tanganku saja hanya pada saat-saat tertentu dia harus menggandeng, menyeberang jalan misalnya atau pada saat suasana sedang ramai disekitar kami.

Kini aku mulai pekerjaan baruku dengan penuh semangat, walaupun sebelumnya aku sempat sedih harus meninggalkan temen-temenku di showroom. Kami telah mengalami suka duka bersama selama 2 tahun. Ella, Mia di bridal, Seli dan Neno di salon dan temen-temen lain senasib yang masih satu atap denganku di showroom. Aku berjanji akan selalu jadi teman kalian dan enggak akan lupa sama kalian.
Kujalani hari demi hari, minggu demi minggu tanpa hambatan yang berarti dan bisa di bilang semuanya berjalan lancar dan aku mulai mengenal teman-teman baru. Aku bersyukur mereka semua baik padaku dan aku juga punya bos yang baik.
Gaji pertamaku bakal kurayakan dengan Aldi. Aku bakal traktir Aldi, jangan dia terus yang traktir aku. Setelah itu baru Rani dan teman-teman serta adik-adik di PKBM, lalu teman-temanku di showroom aku kasih kejutan, mereka pasti senang.

Malam minggu berikutnya aku dan Aldi pergi ke tempat wisata pantai satu-satunya di Jakarta, Ancol, kebetulan ada pertunjukan band kesukaanku. Suasananya sangat ramai dan kami lihat kebanyakan muda-mudi berpasangan yang suka cita dengan malam minggunya, ada yang duduk-duduk berjejer dipinggir pantai ada juga yang bersiap menonton aksi panggung band-band favorit mereka seperti aku dan Aldi. Sebenarnya malam belum begitu larut tapi angin pantai membuat badanku jadi mengigil, karena saking antusiasnya aku lupa bawa jacket. Band-band baru sudah membuka acara dengan lagu andalan mereka. Aku dan Aldi sengaja mengambil tempat paling belakang, jauh dari panggung. Ketika kami sedang asyik menonton tiba-tiba ada seseorang menabrakku dari samping cukup keras, spontan saja aku teriak, ”Aduh duh, apaan sih?” kulihat cowok bebadan besar disampingku, aku sedikit terhuyung dan dengan spontan pula Aldi memelukku .
”Hei, hati-hati dong” Aldi berteriak pada cowok itu.
“Sori nggak sengaja, dari depan tuh,” teriaknya pula sambil menunjuk orang didepannya.
Aku tak bisa menahan diri untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Kudekatkan lagi badanku ke tubuh Aldi hingga hidungku bisa merasakan harum parfum Aldi, kulingkarkan tanganku ke pinggangnya dan kupejamkan mata. Bisa kurasakan detak jantungnya. Aku senang sekali bisa sedekat ini dengannya. Kukatakan,”I love you Di.” nyaris tak terdengar
”Lo nggak apa-apa Sis?” Aldi bertanya padaku
”Nggak apa-apa Di, tapi tolong jangan lepasin gue Di!” aku tersenyum dan masih memeluknya. Kurasakan hangat dan darahku berdesir mengalir ke seluruh tubuh. Aldi mendekapku dan lagi-lagi kurasakan nyaman dan hembusan nafasnya mengenai rambutku.
”Nggak akan Sis, gue sayang Elo,” katanya dalam.
Aku hampir tak percaya mendengarnya, akhirnya kata-kata yang kutunggu keluar juga dari mulutnya, perlahan kurenggangkan pelukanku, kutatap matanya dan kami saling berpandangan, dekat sekali.
”Sungguh kah? Gue ingin mendengarnya sekali lagi Di,” pintaku.
”Gue sayang lo, gue cinta lo… I love you babe!” dia tersenyum manis sekali. Dia mencium rambutku
“So sweet Di. Gue juga sayang banget sama lo, Di!” aku tersenyum dan memeluknya lagi. Aku tak ingin malam ini cepat bergerak semakin larut. Aku ingin memeluknya lebih lama dan lebih erat. Kalau perlu kuhentikan saja waktu sekarang sampai aku puas menikmati malam bersama Aldi. Dan terdengar suara lagu dari atas panggung...”Betapa aku mencintaimu...” semakin menambah romantis malam ini.