Sabtu, 22 Agustus 2009

Dalam angin ketidak-butuhan ini atom-atom dari debu hati itu menari, bersorak, dan mabuk. jika hati itu tidak melihat bahwa kehidupan nyata mereka terletak pada terbakar dan tersebarnya di dalam angin, mengapa mereka begitu lama ingin dilalap api. (Hz Maulana)

Kamis, 20 Agustus 2009

kenapa??!!

ada
semuanya ada dan berjalan selangkah demi selangkah
seperti halnya mereka, aku dan orang lain
maka dia juga, semua orang menemukan jalannya sendiri-sendiri
ku tahu sedikit dan harapanku membumbung tinggi
mengoyak-ngoyak langit harapan dalam kesunyian dan kepekatan malam
sendirian di dalam ruangan yang pengap, lembab dan dingin berbekal asa baja
mengapa setelah berlembar-lembar almanak tercabik-cabik
masih saja gemeter itu muncul saat sekelebatan memori
masihkah ingatan itu menempel dan menghasilkan persepsi yang baik
hhhh...
tahun berulang langit berubah
gelap, terbit, terang, senja, gelap lagi, berulang ribuan kali dimataku
tapi tak ada yang berubah tentangnya
hanya ingatan baik dan secercah harapan
Allahhu rabbi..
perjalanan panjang ini berliku-liku dimanakah akhirnya?
tunjukan aku jalan terdekat menuju itu
lihatlah
raut wajah yang lelah, badan yang kepayahan
mencari dan terus mencari
berharap dan terus berharap
ada sesuatu yang membuat semua ini bertahan
cita dan keinginan duniawi
mempersembahkan yang terbaik untukMu

dalam doaku yang panjang suatu malam
lepaskan aku dari semua belenggu yang melelahkan
semuanya....
keterbatasan sebagai seorang manusia
yang raganya masih terperangkap dalam sebujur jasad penuh nafsu
namun jiwanya ingin segera menemui kekasihnya
raganya seribu nyawa bertaruh untuk dunia
namun hatinya dingin mengambil semuanya
kenapa?

Sabtu, 01 Agustus 2009

Penantian

Satu satu
Perubahan adalah sesuatu yang pasti
Bergerak berevolusi berotasi berdoa
Hanya ada satu nafas yang fokus, menujuMu
MencariMu lewat orang-orang yang dekat kepadaMu
Sulit sekali, dimana tak ada petunjuk
Sendiri di padang sahara nan gersang melintasi gurun demi gurun
Berlari berjalan kehausan dan kelaparan
Kaki yang tak beralas meradang kesakitan
Kerongkongan yang terbakar karena kehausan
Pengharapan kepada Tuhan maha Indah
lihat bunga yang bermekaran ditaman surgawi
merah kuning ungu biru diantara rimbunnya dedaunan, kicauan burung dan kupu-kupu yang berseliweran mencari sehirupan manis penyambung hidup
satu satu berbaris menunggu giliran
karena manusia tak mampu menanggung semuanya besamaan
satu satu
menikmati dan menghidmati satu persatu ketetapanMu
dipadang gersang masih ada oase yang menunggu untuk ditemukan
menunggu untuk memberikan kesegaran ruhani dan kejernihan jiwa sebelum menghampiriNya dengan gandengan tangan lembut sang pengabdi
lamat lamat sang kala memberi tanda
bangun bangun bangunlah dari tidur panjangmu dan amatilah sekelilingmu
tak jauh kebaikan itu berada di sisimu
sambil mencari kesejatian disana
disana atau disini tak mengerti
hanya butuh tali yang kuat dan bambu penyokong disekeliling yang menguatkan

Sabtu, 25 Juli 2009

rasaku hari ini

semuanya terjadi begitu saja bagiku tapi tidak bagiNya
aku dalam gulungan ombak yang Maha Besar
naik, turun, terhempas, terombang-ambing, dibuai dan terbanting
sakit, air mata, tawa, doa, rintihan, keluhan, syukur, hanya milikMu
hanya mohon diberi keikhlasan
takdirMu maha Indah
kasih sayangMu melebihi orang tua
dimana satu satu mereka pergi
tak lagi kujumpai ocehannya tentang malam siang pagi dan sore tentang dia
seretan kain di lantai atau kain licin yang wangi
kesejatian yang abadi di persinggahan sementara
dan walaupun hanya sekilas pandang tentang manusia
dia ataupun orang lain
satu hilang seribu berganti
memulai lagi, menanam benih lagi, mencangkul lagi, memupuk lagi
tinggal menunggu hujan yang tak kunjung datang
menancap-nancapi ladang dengan air bening nan segar
menghilangkan dahaga ladang nan lara
jiwa berontak raga menerjang
tak jua nampak

Selasa, 07 Juli 2009

mencari jalan pulang

angin berbisik pada awan yang begerobol
mobil menderu, dan debu-debu berterbangan
semua bertasbih dengan caranya
indah dan menentramkan
ini terjadi sejak dahulu, dahulu sekali ah...
carut maruh rupa gelombang
malu kala layar kenyataan akan dikembangkan nanti
jatuh dan jatuh lagi...
terseok seok, tertatih-tatih mencari jalan pulang
dimanakah jalan itu...
kuatkan ya Rabb, pintarkan ku tuk memilih
jadikan itu terhujam kuat pada dasar hatiku
sampai izrail menjalankan tugas dariMu
semuanya indah namun WajahMu maha Indah
kerinduan ini
oh...

Hilang

Lihatlah, mata melihat nanar
marah tak mau dan rasa tak perlu
ingin lari sejauh-jauhnya
sejak lama harapan terucap
dalam duduk, berdiri, sujud, diam, tertawa
asanya cuma satu
menjauh, hilang dan lenyap
hingga tak perlu lagi ada kekecewaan
kemarahan dan sakit hati
akankan semuanya terwujud
lihatlah, waktu tersenyum simpul
dengan enteng ia berkata "semuanya akan berlalu"
Tidak... kau tidak mengerti
kenyataan hari ini adalah apa dimasa datang
diam berarti gunung es dimasa datang
kau salah terhadapku juga dia, terhadap kami
ku tak mengerti kau pun tak lebih mngerti dariku
oh kami.. serupa
tak cukupkah

Senin, 22 Juni 2009

cerpen --Tak harus banyak kata--

made by my sister

Ku tengok jam di pergelangan tanganku. Pukul 13.10. Pantas saja perutku sudah kukuruyuk begini, tadi pagi cuma sarapan sepotong roti dan segelas air teh. Si Ela kemana lagi, lama banget sih istirahatnya, gantian dong aku kan capek nih berdiri dari tadi pagi, gerutuku. Kupandangi orang-orang yang berlalu lalang didepanku, ternyata memang cukup ramai pengunjung mal pada hari sabtu ini dan mudah-mudahan juga kami bisa dapat pelanggan yang banyak hari ini. Nah... nah itu dia si Ela baru kelihatan batang hidungnya, syukurlah aku bisa gantian istirahat dan makan.

”Ela, kemana saja kamu? sudah satu jam lebih nih.” kataku sambil tunjuk jam ditanganku.
”Sori... sori... temen aku Sita ngajakin aku lihat obralan baju di lantai dua, nih aku beli 2 potong, mumpung murah!” kata Ela sambil senyum-senyum dan nunjukin belanjaannya.
”Ya sudah, aku istirahat dulu!” aku pun pamitan sama Mba Rita, supervisorku yang sengaja datang pada saat ramai seperti ini untuk menemani salah satu dari kami menjaga stand.
”Mba Rita, saya istirahat dulu ya.” kataku
”Ela sudah datang ya?” tanyanya.
”Sudah mba, tuh orangnya.” tunjukku pada gadis manis disana.
”Oh... ya, nanti jam ½ 3 saya balik ke showroom, kamu istirahatnya jangan kelamaan Sis!”
”Baik mba.”
Baru saja beberapa langkahku meninggalkan stand, tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggil namaku.
”Sis... Siska... tunggu,” suara cowok
Kupalingkan kepala ke belakang. Tapi kok tidak ada tanda-tanda orang yang memanggil, siapa ya?
”Hai, aku disamping kamu!” tiba-tiba saja suara cowok itu sudah dekat ditelingaku dan mengagetkan aku.
”Ya ampun, kaget aku tahu ngga!” kataku sambil mengelus dada.
”Sori..ya lagian jalannya kayak orang mau ambil BLT aja sih.”
”Ya, aku maafin, sebelum kamu juga, aku udah maafin orang, tapi...”
Wajahnya sih pernah aku kenal, tapi dimana ya? namanya siapa? dalam hati masih agak bingung karena jujur aku lupa siapa dia.
”Siapa ya..?” tanyaku masih bingung.
”Teman lama.. ehm.. kamu mau istirahat makan ya? yuk aku traktir sambil kita ngobrol-ngobrol, ngga keberatan kan?” katanya dengan senyum manis.
”Ya enggak lah, mana mungkin aku keberatan aku kan ngga bawa apa-apa, cuma bawa diri..” kataku dengan nada bercanda.
”Bakmi di lantai 4 enak lo, mau nggak? kamu nggak lagi diet kan?”
”Kamu ini aneh deh, masa badanku kurus begini masih harus diet sih, ngaco!”
”Ah engga lagi, kamu langsing kok dan masih manis kayak dulu.. malah tambah cantik tanpa kacamata.” katanya sambil melirik padaku.
Aku pura-pura ngga tahu, aku pikir-pikir pasti dia teman SMA ku atau paling tidak orang yang pernah kukenal 6 tahun lalu, karena sejak itulah aku mulai memakai kacamata.

Kami sudah sampai di tempat makan kami dan dia belum juga memberitahuku siapa dia sebenarnya. Aku pesan makananku dan dia juga, tapi perasaan kok doi seneng banget ya, aku perhatiin senyum melulu dari tadi.
”Sis, kamu udah bisa nebak belum siapa aku?” tanyanya masih sambil senyum
”Aku engga mau ah main tebak-tebakan, kamu kasih tau aja deh, jangan bikin bingung.”
”Aku Aldi, alumni SMA 101 tahun 2004 anak IPA 2, aku ini kan temennya Rio, teman sekelas kamu, IPA 3 kan? Aku kan sering main kekelas kamu, kamu nih bener-bener pelupa ya, baru 5 tahun udah lupa sama orang.”
”Ya maklum aja kallee, 5 tahun gitu loh! lagian lo juga kan temennya temen gue ,” kataku sok akrab dengan panggilan lo gue.
”Eh.. tapi sebetulnya gue ini rada-rada inget juga loh, gue sempet bilang kan wajah lo tuh nggak asing buat gue, gue cuma lupa nama aja.” kataku lagi beralasan biar nggak dibilang sombong gitu.
”Jadi sekarang kita panggilnya lo gue aja ya, biar lebih akrab dan asik and gaul.” katanya.
Selang beberapa menit berlalu kami pun masih akrab.
”Tadinya gue pikir Sis, lo masih pemalu kayak dulu, tapi ternyata lo orangnya asik juga ya sekarang,” katanya sambil menyantap bakmi dengan sumpit.
”Gue banyak belajar dari temen-temen, juga dari pengalaman gue kerja bertahun-tahun keluar masuk mal, bergaul sama banyak orang, tapi Di.. gue kurang beruntung seperti temen-temen gue yang lain yang bisa kuliah setelah lulus SMA, ortu gue kurang biaya untuk itu, tapi biar bagaimanapun gue tetap bersyukur dengan keadaan gue sekarang.”
”Makanya itu Sis, tadi gue sempet ragu-ragu mau menegur lo, karena yang gue tahu lo tuh termasuk juara kan dikelas lo, paling pinter malah, tapi sekarang kerjaan lo jagain pameran bridal gitu.”
”Tapi sori, bukannya bermaksud merendahkan pekerjaan lo, tapi seharusnya lo pilih pekerjaan yang banyak mengandalkan otak lo bukan tenaga kayak gitu, misalnya accounting atau apalah kerjaan kantor gitu, Sis.” katanya serius, kali ini tanpa senyum.

”Ya kan seperti gue bilang, gue nggak berkesempatan ngelanjutin kuliah, ijasah SMA yang gue andelin cuma bisa nempatin gue dipekerjaan ini, Di! Trus lo sendiri gimana?”
”Ya, mungkin gue lebih beruntung, bisa kuliah.. jadi sarjana dan sekarang udah kerja di perusahaan perkayuan kenalan bokap gue, yah lumayan lah”
”Selamat ya Di, atas keberhasilan lo, gue ikut senang ngedengernya.” kataku tulus dan.. kulihat jam ditangan ternyata sudah tak mungkin kami melanjutkan obrolan kami dan akupun berniat mengakhiri pertemuan kami.
”Sori ya Di, gue harus turun siap-siap jaga stand lagi, kapan-kapan kita ngobrol lagi.. makasih traktirannya,” kataku sambil menenggak minumanku yang hampir habis.
”Gue nggak mau kapan-kapan Sis! entar malam ada yang jemput nggak ?” tanyanya.
Aku menggeleng sambil tersenyum. Aku mengerti maksud pertanyaan Aldi.
”Jam berapa?” tanyanya lagi.
Tak kujawab, hanya kuacungkan 9 jari tanganku dan akupun berlalu.
Aldi mengangguk tersenyum.
Waktu berlalu tanpa terasa, mungkin karena perasaan hati yang sedang senang karena kami dapat beberapa pelanggan dan.. karena ada cowok manis yang menungguku di sana. Kulihat Aldi sudah berganti baju yang lebih casual dan... doi keren juga ya, enggak kalah keren sama si Romi, mantan pacarku yang aku putusin 2 tahun lalu karena ketahuan selingkuh.
”Hai Di, lo serius juga mau jemput gue ya! emangnya engga ada yang marah nanti?”
”Satu-satunya yang marah ya nyokap gue, karena gue udah nolak nganterin beliau ke rumah tanteku yang lagi ultah!”
”Maksud gue… cewek lo gitu!”
“Malah gue lagi yang udah siap-siap digamparin cowok lo karena udah berani-berani ngejemput ceweknya nih!”
Kita sama-sama senyum dan pergi meninggalkan Mall.
Dan sejak saat itu, intensitas pertemuan kami makin sering saja terjadi.

Pameran Bridal yang diadakan di Mall itu sudah berakhir, aku pun kembali bekerja di Showroom seperti biasa dengan shift sehingga jika aku pulang sore hari Aldi sesekali menyempatkan diri menjemput dan malam hari pada malam minggu saja.
Tapi sampai saat ini aku belum merasakan sesuatu yang spesial dalam diri Aldi selain dia memang manis apalagi kalau tersenyum, Si Ela saja mengakui itu. Posisinya dikantor tempat ia bekerja juga lumayan dan dia cukup royal. Aku pikir cewek lain pasti udah tergila-gila deh sama doi, tapi aku merasa itu belum cukup untuk mencintainya. Apalgi doi pun engga pernah menyatakan perasaannya padaku walaupun dari tingkah lakunya juga perhatiannya padaku menunjukan bahwa dia care padaku.

Aku masih takut mencintai, aku masih takut dikhianati. aku juga takut ia seperti Romi, aku tak mau kejadian yang lalu terulang lagi. Buktikan dulu Di kalau kamu tak seperti Romi, kataku dalam hati.

”Sis .. sepupu aku si Rani lagi nyari guru pengganti untuk ngajar di PKBMnya, untuk dua bulan aja sih, kamu ada teman nggak yang bisa?” kata Aldi pada suatu hari.
”Kayaknya aku pernah dengar deh PKBM, tapi sebenernya apa sih?”
”PKBM itu sekolah atau tempat belajar anak-anak jalanan, pengasong atau pun anak-anak yang kurang mampu, dan kebetulan temannya Rani lagi cuti melahirkan dan gue dimintain nyari orang yang mau, karena yang lain full time semua.”
”Rani itu sepupu kamu yang ngajar di bimbel dan privat itu kan?”
”Iya, disela-sela waktunya dia nyempatin juga ngajar di PKBM, tapi ya kerja sosial gitu nggak pake gajian Sis!”
”Menurut lo, gue mampu nggak Di jadi guru?”
”Kalo soal kemampuan sih, gue yakin lo mampu, tapi yang penting kan ada niat nggak ke arah situ dan harus sabar juga kan karena jadi guru itu bukan sekedar jadi pengajar tapi juga pendidik, dan pemberi contoh yang baik, bukan begitu!”
”Kalo gitu.. bisa nggak lo ngajuin gue sama sepupu lo Rani, gue bener-bener ingin tau kemampuan gue mengajar, tapi gue bisanya hari off aja,” kataku antusias karena dulu memang aku sempat bercita-cita jadi guru dan kupikir sekaranglah saatnya aku melakukan sesuatu buat orang lain.
”Lo serius nih?” tanyanya setengah kaget
”Ya iyalah, masa ya iya dong.”
”Ya udah, kalo gitu nanti aku bicarain sama Rani, mudah-mudahan bisa ya. Eh... tapi nggak dibayar lo, paling uang transport doang, emang lo mau?” tanyanya lagi. Aku mengangguk.

Akhirnya dengan bantuan Rani, aku bisa ikut ambil bagian mengajar disana, walaupun cuma sekali dalam seminggu pada waktu aku off saja dan tak terasa sekarang sudah memasuki minggu ke 7 dan aku sangat menikmati kegiatan baruku ini. Senang sekali rasanya bisa menjadi oarang yang berguna buat orang lain.
Selain itu, dari pertemananku dengan Rani, secara tidak langsung aku jadi lebih mengenal Aldi karena tak jarang Rani bercerita tentang Aldi dan keluarganya. Dan itu membuat aku seperti telah lama mengenal Aldi dan cukup juga untuk menanamkan benih sayang dalam hatiku kepadanya.
Dan memang makin lama makin kurasakan sayangku padanya, tapi sampai detik ini pun dia belum pernah menyatakan perasaannya padaku, entah cuma sayang apalagi cinta, tapi perhatiannya membuatku narsis bahwa dia juga sayang padaku.

Pada saat yang lalu aku pernah memintanya mengantarkan aku ke sebuah optik dimana aku memesan lensa kontak karena aku merasa harus mengganti lensa kontakku yang sudah tak nyaman dipakai. Disana kami bertemu dengan seorang gadis yang diperkenalkannya padaku sebagai teman satu almamater waktu kuliah dulu. Cukup cantik, dengan penampilan yang modern dan up to date gayanya. Aku sempat cemburu melihat keasikan mereka ngobrol sementara aku memang juga sibuk ngobrol dengan pramuniaga optik. Aku sempat berfikir lagi bahwa Aldi seharusnya berpasangan dengan gadis seperti itu, setimpal dan sepadan, bukan dengan aku, tapi kenapa kau seakan-akan memberikan harapan padaku? tapi kenapa pula tak pernah kau ucapkan kata cintamu padaku Di? akupun tak pernah berani mengungkapkan rasaku, aku merasa belum pantas untukmu.

”Sis, lo punya niatan nggak buat pindah kerja?” tanya Aldi pada saat menjemputku sepulang kerja.
”Punya kok, kalu ada kesempatan gue mau banget dapat kerjaan baru yang lebih baik dari ini, tapi kenapa lo tanya begitu?”
”Kalo lo mau gue bisa kasih rekomendasi buat lo ke kantor temen gue, saat ini dia butuh orang yang bisa dipercaya untuk pegang keuangan, gimana?”
”Keuangan Di, lo percaya sama gue? Gue juga kan belum punya pengalaman!”
”Iya, gue percaya. Dan soal pengalaman itu gampang, gue yakin lo bisa cepat belajar dan jadi seorang yang handal dibidang itu!”
”Ah lebai lo, tapi terima kasih, ngomong-ngomong kantor apaan?”
”Bukan kantor yang besar, tapi cukup kaya untuk bisa kasih lo gaji yang banyak, selain punya showroom di beberapa tempat di Jakarta, perusahaan juga mengekspor macam-macam produk dari kain batik, dan lo akan pegang bagian ekspor ini, dan satu lagi Sis yang penting English lo masih bagus ngga?”
”Oh pasti, tahun lalu gue sempat ambil English Course 2 semester. Gue merasa PD kalo English gue OK lisan dan tulisan,” kataku dengan bersemangat
”Ok, perfect kalo begitu.”

Satu lagi kebaikan Aldi yang membuatku merasa tersanjung, aku bisa merasakan pengalaman baru dalam hidupku dan dia tak pernah membuatku bosan untuk terus bersamanya. Aku merindukannya jika dia jauh dariku. Aku ingin merasakan hangatnya dipelukannya, tapi itu tak pernah terjadi, memegang tanganku saja hanya pada saat-saat tertentu dia harus menggandeng, menyeberang jalan misalnya atau pada saat suasana sedang ramai disekitar kami.

Kini aku mulai pekerjaan baruku dengan penuh semangat, walaupun sebelumnya aku sempat sedih harus meninggalkan temen-temenku di showroom. Kami telah mengalami suka duka bersama selama 2 tahun. Ella, Mia di bridal, Seli dan Neno di salon dan temen-temen lain senasib yang masih satu atap denganku di showroom. Aku berjanji akan selalu jadi teman kalian dan enggak akan lupa sama kalian.
Kujalani hari demi hari, minggu demi minggu tanpa hambatan yang berarti dan bisa di bilang semuanya berjalan lancar dan aku mulai mengenal teman-teman baru. Aku bersyukur mereka semua baik padaku dan aku juga punya bos yang baik.
Gaji pertamaku bakal kurayakan dengan Aldi. Aku bakal traktir Aldi, jangan dia terus yang traktir aku. Setelah itu baru Rani dan teman-teman serta adik-adik di PKBM, lalu teman-temanku di showroom aku kasih kejutan, mereka pasti senang.

Malam minggu berikutnya aku dan Aldi pergi ke tempat wisata pantai satu-satunya di Jakarta, Ancol, kebetulan ada pertunjukan band kesukaanku. Suasananya sangat ramai dan kami lihat kebanyakan muda-mudi berpasangan yang suka cita dengan malam minggunya, ada yang duduk-duduk berjejer dipinggir pantai ada juga yang bersiap menonton aksi panggung band-band favorit mereka seperti aku dan Aldi. Sebenarnya malam belum begitu larut tapi angin pantai membuat badanku jadi mengigil, karena saking antusiasnya aku lupa bawa jacket. Band-band baru sudah membuka acara dengan lagu andalan mereka. Aku dan Aldi sengaja mengambil tempat paling belakang, jauh dari panggung. Ketika kami sedang asyik menonton tiba-tiba ada seseorang menabrakku dari samping cukup keras, spontan saja aku teriak, ”Aduh duh, apaan sih?” kulihat cowok bebadan besar disampingku, aku sedikit terhuyung dan dengan spontan pula Aldi memelukku .
”Hei, hati-hati dong” Aldi berteriak pada cowok itu.
“Sori nggak sengaja, dari depan tuh,” teriaknya pula sambil menunjuk orang didepannya.
Aku tak bisa menahan diri untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Kudekatkan lagi badanku ke tubuh Aldi hingga hidungku bisa merasakan harum parfum Aldi, kulingkarkan tanganku ke pinggangnya dan kupejamkan mata. Bisa kurasakan detak jantungnya. Aku senang sekali bisa sedekat ini dengannya. Kukatakan,”I love you Di.” nyaris tak terdengar
”Lo nggak apa-apa Sis?” Aldi bertanya padaku
”Nggak apa-apa Di, tapi tolong jangan lepasin gue Di!” aku tersenyum dan masih memeluknya. Kurasakan hangat dan darahku berdesir mengalir ke seluruh tubuh. Aldi mendekapku dan lagi-lagi kurasakan nyaman dan hembusan nafasnya mengenai rambutku.
”Nggak akan Sis, gue sayang Elo,” katanya dalam.
Aku hampir tak percaya mendengarnya, akhirnya kata-kata yang kutunggu keluar juga dari mulutnya, perlahan kurenggangkan pelukanku, kutatap matanya dan kami saling berpandangan, dekat sekali.
”Sungguh kah? Gue ingin mendengarnya sekali lagi Di,” pintaku.
”Gue sayang lo, gue cinta lo… I love you babe!” dia tersenyum manis sekali. Dia mencium rambutku
“So sweet Di. Gue juga sayang banget sama lo, Di!” aku tersenyum dan memeluknya lagi. Aku tak ingin malam ini cepat bergerak semakin larut. Aku ingin memeluknya lebih lama dan lebih erat. Kalau perlu kuhentikan saja waktu sekarang sampai aku puas menikmati malam bersama Aldi. Dan terdengar suara lagu dari atas panggung...”Betapa aku mencintaimu...” semakin menambah romantis malam ini.

Jumat, 05 Juni 2009

cerpen --Refleksi Kopi Tanpa Gula--

Matahari enggan memunculkan dirinya sejak tadi pagi. Langit biru yang menggelayuti tanah Kelapa Dua sudah jenuh rupanya menggembol butiran-butiran uap air. Semburat abu-abu kehitaman nampak rata di hamparan biru nan luas. Angin semilir yang membuai mata membuat orang-orang malas untuk keluar rumah. Alih-alih keluar rumah mereka lebih memilih menaikkan selimutnya lebih tinggi serta membenamkan tubuhnya lebih dalam.

Hari masih gelap. Dilihatnya jam sudah menunjukan pukul 6 kurang 10 menit. Berarti waktu yang sebenarnya menunjukan pukul setengah enam karena ia sengaja mempercepat jamnya 20 menit agar ia tak berleha-leha mengerjakan semua pekerjaannya.

"Pak, kenapa hari ini hawa-hawanya malas sekali ya,..."
"Ndak boleh ngomong gitu ayo cepetan, sudah siang ini," 'Iya, iya nggak boleh malas ayo harus semangat' batinnya lirih.

Ia melangkahkan kakinya dengan cepat ditemani sang suami yang setia menjejeri perjalanannya sambil mendorong gerobak.

Hari berjalan lambat, karena jarang sekali orang yang mampir ke kedainya pagi ini. Biasanya waktu tak terasa begini lambat karena orang-orang kampung silih berganti datang berbelanja padanya. Biasanya ada saja yang mampir. Ada yang membeli nasi uduk, gorengan, atau hanya sekedar minum kopi panas. Baru jam setengah sembilan pagi. Rasanya ia sudah berjam-jam duduk di kedainya. Ngantuk yang sangat juga menyerangnya pagi itu.

"Uang yang terkumpul baru sepuluh ribu lima ratus rupiah, pak.." suara bu parmi memecah kesunyian.
"Ya disyukuri saja bu, nanti juga akan bertambah.. sabar,"
"Oya pak, kemarin Pak Jamiil minum kopi wis mbayar opo durung ya?"
"Belum bu, hhhh.." Pak Tejo menarik nafas, suaranya melemah.
"Kok ya begitu ya pak, sering sekali ndak mbayar, ibu bingung padahal katanya pimpinan sekolah modern dan lulusan universitas terkenal, kok ya kelakuannya sama saja sama langganan kita yang suka maen itu yo pak,"

"Mungkin lupa kali bu, kita tunggu saja mungkin orangnya bakal balik lagi.." tutur Pak Tejo miris, meskipun dalam hatinya ia menyangkal pernyataannya sendiri. Ia merasa kemungkinannya kecil sekali kalau Pak Jamil itu akan balik lagi dan membayar hutangnya.

"Yang ibu ndak suka la ya kelakuannya maen pergi aja gitu lo pak, bilang kek nanti ya bu, atau oh saya ndak bawa uang bu besok atau nanti saya kembali lagi, bu.. tapi ini ya maen ngeloyor aja. Mangkel aku pak,"

"Sabarlah kita doain aja bu.." jawab Pak Tejo bijak.
”Padahal pak'e, habis diminum langsung mbayar gitu apa berat ya. Dia bilang-bilang ibu katanya untuk menjaga kesehatan dia selalu mbawa gula dari rumah, sing gula jagung kui lo pak, ibu lihat dia itu selalu membawa-bawa gula itu di dalam kantongnya pak. Katanya mencegah penyakit di.. diabetes pak. Iya begitu katanya."

"Hhhh, kemarin pun dia ndak sendiri bu, setelah ibu pulang kawannya tuh datang bu. Ya mengopilah mereka berdua. Padahal bu, kawannya tuh sudah mau membayar lo, tapi ya nggak boleh sama dia, ‘biar saya saja, biar saya saja, begitu katanya’..."

"Oh ya pak, kok bapak baru bilang to. Aku iki pak, kalau inget aku harus bangun jam 3 pagi untuk nyiapin dagangan semua ini pak, rasanya aku iki kok ndak ikhlas ya pak sama kelakuan orang orang yang ndak mbayar itu pak, rasanya sakit hatiku pak, mereka tu saenak batuk'e dewe, kok ya tego gitu karo wong cilik..."

Matahari tepat berada di atas kepala. Cerah namun masih dengan angin yang membuat orang malas. Ia beres-beres dagangannya dan bergegas pulang. Hari itu berakhir dengan lelah. Bukan karena setengah hari bekerja di kedai untuk melayani pembeli tapi lelah hati karena dagangannya kurang laku. Sebenarnya ia bukan orang yang cepat putus asa. Ia hanya merasa lelah itu saja, dan merasa butuh hiburan. Baginya seorang manusia perlu dan wajar untuk sejenak merasa sedih tetapi kemudian ia merasa tak layak lagi untuk sedih.Ia berusaha tak ambil pusing untuk semua yang terjadi perihal dagangannya yang kurang laku karena baginya dagangan laku dan tidak laku adalah sudah biasa baginya. Semua disyukurinya meskipun kadang-kadang menggerutu juga karena banyak penghutang yang pura-pura lupa akan hutangnya.

Sesampainya di rumah biasanya ia segera menyiapkan masakan untuk keluarganya makan hari itu dengan menu seadanya tapi kali ini segera setelah mengganti baju rumah ia langsung menggelar kasur lantai untuk menonton suiletthh dengan berita hangatnya tentang dewi persik yang kontroversial itu.

”Nak, hari ini ibu nggak masak kau makan dagangan ibu saja hari ini ya.. dagangan kita kurang laku hari ini...” tak lama kemudian sudah terdengar haha hihi dari depan televisi disertai suara kerupuk yang dimakan dengan selera tingkat tinggi. Ah tak salah memang sebutan manusia adalah insan. Pelupa.

Bu Parmi dan Pak Tejo sehari-hari adalah penjual nasi uduk, makanan kecil dan minuman. Mereka menempati tanah kosong milik orang kaya dari kampung sebelah. Orang kaya itu berbaik hati mengizinkan mereka untuk menempati tanah tersebut untuk mencari nafkah. Sehari-hari mereka menggantungkan hidupnya dari berjualan dikedai kecil itu. Setiap pagi Bu Parmi berjualan nasi uduk ditemani sang suami sampai menjelang siang. Setelah siang dan dirasa waktu sarapan telah lewat mereka pulang kerumah. Biasanya didahului Bu Parmi lebih dahulu baru kemudian disusul Pak Tejo karena ia harus menyiapkan masakan untuk makan keluarganya hari itu. Setelah beristirahat sebentar dirumah, sisa hari itu akan di lalui Pak Tejo dikedai hanya untuk berjualan sekedar minuman. Sedangkan Bu Parmi berada dirumah untuk menyiapkan dagangan untuk esok harinya.

Menemui dan menghadapi berbagai macam orang adalah keseharian Bu Parmi dan Pak Tejo. Mereka sudah hapal benar watak dari pembelinya. Ada yang jujur, ada yang bermulut besar tapi bayarnya ogah-ogahan, ada yang suka berhutang lalu menunggu hutangnya sampai bertumpuk segunung baru dibayar dan bayarnya pun nyicil, ada yang benar-benar menjaga agar jangan sampai berhutang walaupun cuma seperak, ada yang tega pergi begitu saja setelah makan atau minum dikedainya. Yah macam-macam lah watak orang. Ia sudah maklum. Kadang ikhlas kadang menggerutu.

Hari minggu adalah hari yang ditunggu-tunggu. Apalagi ia dengar dari tetangga sebelah bahwa minggu besok akan ada kerja bakti di sekitar rumahnya. Pasti akan ada banyak orang yang mampir ke kedainya.

Bu Parmi membuat makanan agak banyak hari ini karena ia berharap dagangannya akan laku. Semua orang sibuk berwara wiri kesana kemari. Hari itu Bu Parmi juga sibuk sekali melayani pembelinya.

”Wah Pak’e lihat Pak Jamiil menuju kemari pak,” Bu Parmi bersuara agak ditahan.
”Iya bu, kalau dia beli sesuatu nanti akan saya ingatkan hutangnya yang kemarin-kemarin, tenang saja bu.”

”Tapi inget pak’e jangan keras-keras kasihan nanti dia malu.”
Nggak, tenang saja.. wis
Pak Jamiil berjalan mendekat kearah gerobak Pak Tejo. Pak Tejo menyapanya ramah,”Assalamu’alaikum Pak, habis kerja bakti dimana pak, eh maksud saya dibagian mana?”

”Di depan gapura sana..pak, huh capek… saya cuma sendirian lo disana. Disini kok orangnya banyak sekali, kenapa nggak dibagi rata. Ayo!! ada yang menemani saya mengecat gapura ya? Teriak pak Jamiil pada sekumpulan orang yang sedang membersihkan selokan disekitar situ. Ketika Pak Jamiil bersuara orang-orang disana menoleh padanya, semuanya diam berpandang-pandangan lalu saling berbicara satu sama lain, kamu saja kamu saja. Mereka iri-irian. Tidak mau menemani Pak Jamiil mengecat gapura.

”Oya pak, saya kesini mau numpang ke kamar mandi ya?” kembali ia menoleh pada Pak Tejo
”Silahkan pak..” jawab Pak Tejo.
Bu Parmi menyenggol lengan suaminya dan membuka suara, ”Oalah pak kirain...”
Pak Jamil membuka pintu toilet dan berjalan ke arah pasangan Bu Parmi dan Pak Tejo.

”Sudah selesai pak?” sapa Bu Parmi pada Pak Jamiil sambil melirik kearah suaminya.

”Sudah bu, terimakasih.” ia berlalu. Bu Parmi cemberut. Pak Tejo melongo menarik nafas.

”Aduuuhh... aduhhh,” tiba-tiba terdengar suara mengaduh dari arah kamar mandi sambil terlihat orang tunggang langgang menguncang-guncangkan kakinya panik. Celananya masih belum dikancingkan dengan sempurna.

”Ada apa, ada apa Bakri, bikin orang kaget aja...” semua mata memandangnya karena teriakannya menarik perhatian semua orang yang berada disitu. ”Iya nih dasar...” yang lain menimpali.

Sehabis pak Jamiil keluar dari toilet rupanya ia yang dari tadi sudah menahan ingin buang hajat langsung menyerbu toilet.

”Semut.. se semut...banyak sekali itu di dalam kamar mandi,hihiii..” ia bercerita sambil bergidik. Ngeri saya... hihihiiii, baru kali ini saya melihat semut berkerumun segitu banyak.”

"Oalah Ri..Ri kirain opo to, ketemu semut aja kayak habis ketemu macan. Dasar nggak waras..." Bu Parmi bersungut-sungut.

Sabtu, 30 Mei 2009

Sastra dan Diriku...

Sastra adalah sebuah ilmu yang menyenangkan. Sastra membuat hidup lebih berwarna-warni. Menyukai sastra melatih orang mempunyai perasaan yang halus, sebab sastra menyentuh dunia manusia hampir yang paling inti yaitu perasaan. Sastra banyak berbicara tentang cinta, kasih sayang, emosi, harapan, dan spiritualitas. Terbukti, misalnya seorang penulis novel dapat mengaduk-aduk perasaan pembacanya hanya dari tulisannya. Lewat alur ceritanya yang mengalir, gaya ceritanya yang naratif, bumbu-bumbu lelucon, dan kelihaian-kelihaian lainnnya yang membuat ceritanya menjadi menarik dan enak dibaca. Kalau menurut orang-orang definisi orang yang hebat adalah menjadi presiden, dokter, insinyur, psikolog, pengacara dan sebagainya tapi menurut saya orang yang paling hebat adalah seorang penulis. Tapi seringkali orang-orang hebat biasanya pintar menulis.

Saya menyukai sastra, berbekal karena saya senang membaca. Pada awalnya saya adalah pembaca segala. Apa pun saya baca. Tulisan dikoran, dimajalah, koran bekas bungkus cabe kalau emak saya baru pulang dari pasar atau kertas apalah yang ada tulisannya. Namun semakin berjalannya waktu saya semakin condong kenovel, cerpen, puisi dan yang terakhir saya lagi gandrung sama tulisan-tulisannya jalaluddin rumi dan abdul qadir al jilani.

Sekarang saya lagi belajar menulis, dulu jaman masih kuliah saya sempat menulis cerpen tapi cuma untuk konsumsi sendiri dan kawan saja. Paling-paling habis nulis cerpen, saya suruh teman saya baca dan suruh dia komentari tulisan saya, selesai. Tulisan-tulisan saya dulu juga sudah pada menghilang, seingat saya gara-gara komputer kena virus dan busssssh, hilanglah semua data. hikss. Kawan saya bilang gaya menulis saya ngepop. Setahu saya pop itu aliran musik ya..hehehe.. tak tahulah, yang saya tahu menulis untuk mencurahkan isi hati. Sekarang saya lagi menyusun kembali mozaik-mozaik kenangan tulis menulis saya. Moga-moga ngga terlalu memalukan. Bantu saya ya kawan-kawan...