Tanggal 21 april 2011
Dia berlari dan terus berlari. Lucu, padahal dia tidak sedang mengejar apapun. Peluh mengalir dari seluruh tubuhnya. Kadang ia terjatuh, tapi ia bangun kembali dan meneruskan perjalanannya. Ia berlari lagi. Rasa sakit tak dihiraukannya. Yang ia tahu bahwa ia harus terus berlari. Yang ia tahu ia tidak boleh diam. Diam berarti menyerah. Diam berarti lemah. Sebab jika sudah diam ia tak akan tahan untuk tidak merintih, mengeluh, menangis dan merasakan sakit. Maka untuk apa ia berhenti jika hanya untuk menyalahkan nasib. Satu keyakinan yang membuat ia bertahan. Bahwa Tuhan tidak pernah menganiaya hambanya. Bahwa kasih sayang Tuhan melebihi kasih sayang orang tua kepada anaknya. Ia maha benar. Maha mengajari hambanya. Walaupun dengan rasa sakit yang sangat tapi tujuannya adalah baik. Hanya saja dia manusia bodoh yang belum mengerti akan rencana besar Tuhan kepadanya.
Dia meminta sedikit jawaban dariMu Tuhan. Yang dia gunakan selama ini adalah imannya yang tipis yang nyangkut dalam selembar jiwanya yang rapuh. Ia hanya butuh penguatan. Mungkin seorang kawan. Penyingkapan atas sedikit saja hijab yang selama ini tertutup rapat. Sebuah penjelasan yang merasuk, hingga bisa merubah sikap dan pemahaman. Kini dia mengerti bahwa Tuhan maha bijaksana. Dia tahu batas kemampuannya. Bagaimana jadinya jika semua hijab tersingkap. Bagaimana jadinya jika tirai-tirai kealpaan semua terbuka. Kuatkah ia menahan semua itu. Rasa sakit yang sangat. Sakit yang diakibatkan oleh sesuatu yang tak nampak jauh lebih menyakitkan daripada sakit yang diakibatkan oleh pisau tajam. Sakit ruhani lebih berbahaya daripada sakit fisik.
Sekarang ketika menyadari ternyata dirinya sakit. Pengetahuan akan hal itu lebih menyakitkan daripada sakit itu sendiri. Seorang anak yang lagi sakit flu gak boleh minum es. Anak yang lagi sakit batuk gak boleh makan permen. Anak yang lagi sakit gondongen gak boleh banyak main, dia harus banyak-banyak istirahat. Begitulah kira-kira larangan orang tua kalau anaknya lagi bermasalah. Tapi apa obatnya Tuhan… ? apakah penyakitnya ada obatnya sehingga dia bisa hidup normal lagi seperti orang-orang seusianya. Dimana sang pengobat itu? Mungkinkah disini? Karena disinilah ia menyadari bahwa dirinya sakit. Mungkinkah sang pengobat memberitahu perihal penyakitnya lewat pemahaman yang entah bagaimana caranya merasuk begitu saja menjadi sebuah pengetahuan. Walaupun sebenarnya menyakitkan.
Sumpah demi Tuhan. Menyadari dirinya sakit lebih menyakitkan daripada sakit itu sendiri. Sumpah demi Tuhan… dia merasa sakit sekali Tuhan. Dia bilang bolehkah dia minta agar Engkau melonggarkan sedikit ikatanMu. Karena katanya pergelangan tangannya sakit. Lehernya sakit. Tulang-tulangnya sakit Tuhan. Sakit katanya Tuhan…
Dia bertanya kepadaku Tuhan, apakah orang pesakitan seperti dirinya masih bisa disembuhkan? Dia bertanya lagi kepadaku Tuhan apakah dia bisa sembuh? Dia bertanya kenapa dia bisa punya penyakit seperti ini? Apakah dosanya? Dia tanya macam-macam kepadaku Tuhan… sumpah demi Tuhan aku gak bisa jawab semua pertanyaannya. Sebab memang aku gak tahu harus jawab apa. Pertanyaannya banyak sekali Tuhan… kadang dia bertanya sambil menangis, sebenarnya itu yang buat aku gak tega. Kadang dia bertanya seperti orang pandai, yang sedikit lagi diberi penjelasan pasti akan mengerti. Matanya yang membulat dan alisnya yang di kerutkan ketika ia bertanya menandakan ia sangat ingin tahu sekali. Kadang kala dia bertanya seperti anak kecil yang sama sekali tidak punya dasar pengetahuan sama sekali. Tetapi lebih sering dia bertanya sambil menangis… seperti orang yang tidak punya pengharapan lagi. Kasihan sekali Tuhan. Aku gak tega. Jiwanya rapuh sekali. Aku pun jika berkata-kata kepadanya harus hati-hati karena takut menyakiti hatinya. Dia seperti gelas kaca tipis yang rawan sekali dengan air panas. Sedikit saja teh atau kopi diseduh digelas itu pasti langsung retak. Tuhannnnn. Jangan tinggalin aku sendiri dong. Soalnya aku gak bisa jawab semua pertanyaanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar